Jumat, 18 Maret 2016

Makalah Kelompok 2

BAHASA INDONESIA 2
BERPIKIR INDUKTIF



Disusun oleh:
Kelompok 2 [2IA01]
                        A. A. GDE A. ADITYA PRATA                  50414002       
                        MUHAMMAT AMIR MUNAJAD               57414612
                        RENDYTIO ARIFIAN P                              59414055
                        RIZKA FEBRILA SARI                               59414588
                        SINGGIH AJI PRASETYO                          5A414293


TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS GUNADARMA



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang akan membahas lebih jauh mengenai penalaran induktif dan lain-lainnya. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia 2.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ariyanto selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia 2 sekaligus pembimbing materi. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.





Depok, 09 Maret 2016

      
                                                                                                                                                     Penyusun



DAFTAR ISI

Kata pengantar.................................................................................................... ii
Daftar isi.............................................................................................................. iii
Bab I: Pendahuluan
       1.1. Latar Belakang......................................................................................... 1
       1.2. Rumusan Masalah.................................................................................... 1
       1.3. Tujuan Penulisan...................................................................................... 1
       1.4. Manfaat Penulisan................................................................................... 2
Bab II: Landasan Teori
       2.1. Penalaran Induktif................................................................................... 3
       2.2. Generalisasi.............................................................................................. 3
       2.3. Hipotesis & Teori..................................................................................... 4
       2.4. Analogi.................................................................................................... 4
       2.5. Hubungan Kausal.................................................................................... 4
       2.6. Induksi dalam Eksposisi.......................................................................... 5
Bab III: Pembahasan........................................................................................... 6
Bab IV: Penutup................................................................................................ 17
        4.1. Kesimpulan........................................................................................... 17
        4.2. Saran..................................................................................................... 17

Daftar Pusataka................................................................................................. 18



BAB I
PENDAHULUAN


  1.1            Latar Belakang
Bahasa Indonsesia merupakan identitas Bangsa Indonesia, semua lapisan masyarakat Bangsa Indonesia wajib mempelajari Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dijadikan alat pemersatu Bangsa Indonesia. Dalam Bahasa Indonesia banyak komponen yang menjadikan proses berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Dalam proses berbahasa Indonesia diperlukan penalaran. Penalaran muncul dari proses berkembangnya pemikiran manusia. Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Penalaran yang dibutuhkan salah satunya adalah penalaran induktif.

  1.2            Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas pada makalah ini, antara
 lain:
                              1.            Apakah yang dimaksud dengan penalaran induktif?
                              2.            Apa jenis-jenis penalaran induktif?

  1.3            Tujuan Penulisan
            Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui cara berpikir induktif dan jenis-jenisnya.


  1.4            Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah:
·         Mahasiswa dapat memahami tentang cara berpikir induktif dan jenis-jenisnya.
·         Mahasiswa dapat mengaplikasikannya pada waktu yang tepat.




BAB II
LANDASAN TEORI


       2.1       Penalaran Induktif
            Induksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena – fenomena yang ada. Karena semua fenomena harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh ke proses penalaran induktif, maka proses penalaran itu juga disebut sebagai suatu corak berpikir yang ilmiah. Namun induksi sendiri tak akan banyak manfaatnya kalau tidak diikuti oleh proses berpikir yang kedua, yaitu deduksi.
            Berpikir induktif merupakan suatu pemikiran yang bergerak dari premis spesifik ke konklusi umum atau generalisasi. Observasi dan pengalaman digunakan untuk mendukung generalisasi. Premisnya tidak menjadi dasar untuk kebenaran konklusi, tetapi memberikan sejumlah dukungan untuk konklusinya. Konklusi induktif jauh melampaui apa yang ada pada premisnya.

       2.2       Generalisasi
            Generalisasi ialah proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa "Lulusan sekolah A pintar-pintar." Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan memberikan gambaran seperti itu.

       2.3       Hipotesis & Teori
            Hipotesis adalah suatu perumusan sementara mengenai suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu dan juga dapat menuntun/mengarahkan penyelidikan selanjutnya.
            Teori adalah hasil penalaran logik terhadap suatu fenomena atau realitas tertentu yang dirangkum menjadi suatu konsep gagasan, pandangan, sikap, dan atau cara-cara yang pada dasarnya menguraikan nilai-nilai dan tujuan tertentu yang teraktualisasi dalam proses hubungan situasional, hubungan kondisional, atau hubungan fungsional diantara hal-hal yang terekam dari fenomena atau realitas tersebut; dan hasil penalaran tersebut dapat diterima khalayak sebagai suatu disiplin ilmu.

       2.4       Analogi
            Analogi adalah suatu bentuk kias persamaan atau perbandingan dua atau lebih objek yang berlainan, misalnya manusia dan semut, malaikat dan manusia. Kedua objek tersebut dicari persamaannya (bukan perbedaannya). Pengungkapan secara garis besar analogi dapat dibedakan atas:

       2.5       Hubungan Kausal
            Hubungan Kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan kausal sering kita temukan. Hujan turun dan jalan-jalan becek, ia kena kanker jantung dan meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal, terdapat tiga hubungan antarmasalah, yaitu sebab-akibat, akibat-sebab dan akibat-akibat.


       2.6       Induksi dalam Eksposisi
            Eksposisi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang dimana isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat. Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau statistik. Sebagai catatan, tidak jarang eksposisi ditemukan hanya berisi uraian tentang langkah/cara/proses kerja. Eksposisi demikian lazim disebut paparan proses.

           

BAB III
PEMBAHASAN


            Setiap argumen induktif tidak dapat dikatakan sahih atau tidak sahih, tetapi lebih baik atau kurang baik, bergantung pada berapa tinggi derajat probabilitasnya (kebolehjadian) yang diberikan premis pada simpulannya. Semakin tinggi probabilitas simpulannya semakin baik argumen induktif yang bersangkutan, begitu pula sebaliknya, dan simpulannya tidak mungkin mengandung kepastian mutlak. Konklusi induktif tidak akan pernah terbukti benar kecuali bila meneliti semua premis khususnya.
            Pengertian fenomena – fenomena individual sebagai landasan penalaran induktif harus diartikan pertama – tama sebagai data – data maupun sebagai pernyataan – pernyataan (proposisi – proposisi). Proses Penalaran yang induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam – macam variasi yang berturut – turut akan dikemukakakan dalam bagian – bagian berikut yaitu; generalisasi, hipotese & teori, analogi, hubungan kausal, induksi dalam metode eksposisi.

Contoh Generalisasi:  
                        Jika dipanaskan, besi memuai.
                        Jika dipanaskan, tembaga memuai.
                        Jika dipanaskan, emas memuai.
                        Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.

            Sahih atau tidak sahihnya simpulan dari generalisasi itu dapat dilihat dari hal-hal yang berikut.
1.      Data itu harus memadai jumlahnya. Makin banyak data yang dipaparkan, makin sahih simpulan yang diperoleh.
2.      Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang sahih.
3.      Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data.

Untuk membuat generalisasi harus memenuhi ketentuan berikut.
1.      Cukup Memadai
Artinya gejala-gejala khusus/sampel yang diamati sebagai dasar penarikan kesimpulan mencukupi jumlahnya. Apabila jumlahnya tidak memadai, maka generalisasi itu akan menjadi terlalu luas. Gejala yang diamati perlu dilihat jenisnya; apakah homogen atau heterogen. Sampel untuk gejala yang bersifat homogen tidak perlu terlalu banyak, misalnya untuk menguji produksi minyak goreng dalam suatu hari, cukup diteliti beberapa gram saja. Sebaliknya, semakin heterogen suatu populasi semakin banyak sampel yang perlu diteliti.
2.      Cukup Mewakili
Artinya sampel meliputi seluruh atau sebagian yang dikenai generalisasi atau sampelnya mewakili populasi, misalnya di suatu fakultas yang terdiri atas program studi, terdapat 16 kelas yang terdiri atas tingkat 1, 2, 3, 4. Sampel yang mewakili haruslah diambil dari keseluruhan kelas yang ada.
3.      Kekecualian
Jika kesimpulan umum terlalu banyak kekecualian, maka tidak dapat diambil generalisasi. Dalam hal ini, hindari kata-kata setiap, semua; gunakan kata cenderung, pada umumnya, rata-rata, pada mayoritas yang diteliti, dan sebagainya. Jika menggunakan bahasa kuantitatif langsung saja menyatakan prosentase data yang diteliti.
            Berikut syarat-syarat generalisasi ilmiah yang lebih mementingkan keabsahan metode yang digunakan, yaitu:
·         Data dikumpulkan melalui observasi yang cermat, pencatatan dilakukan dengan tepat, teliti, menyeluruh dan terbuka terhadap pengujian lain.
·         Menggunakan instrument yang tepat untuk mengukur dan mendapatkan data.
·         Melaksanakan pengujian, perbandingan, dan klasifikasi data.
·         Pernyataan generalisasi jelas, sederhana, menyeluruh, padat dan sistematis.
·         Hasil observasi dirumuskan dengan mempertimbangkan variasi waktu, tempat, dan keadaan lainnya.
·         Dipublikasikan untuk dapat diuji, dikritik, dan dites.

            Proses penarikan kesimpulan generalisasi disebut generalisasi juga, jadi generalisasi adalah pernyataan yang berlaku untuk semua atau sebagian besar gejala yang diamati. Suatu generalisasi mencakup ciri-ciri umum yang menonjol, bukan rincian. Di dalam pengembangan karangan, generalisasi perlu ditunjang pembuktian dengan fakta, contoh-contoh, data statistik, dan sebagainya yang merupakan spesifikasi atau ciri khusus.

Contoh:
            Gempa di Aceh 26 Desember 2004 yang berkekuatan 9 skala Rigter itu menimbulkan kurban jiwa yang terus berjatuhan hingga 31 Desember 2004 di Srilanka 28.508 orang, India 10.736 orang, Thailand 4.500 orang, dan di Aceh 79.940 dan cenderung bertambah. Selain itu, hingga 2 Januari 2005, sekalipun belum ada angka pasti, kurban menderita sakit berat dan cacat tubuh yang diakibatkan oleh gempa dan gelombang Tsunami yang sangat dahsyat itu di Aceh dapat diperkirakan cukup besar. Korban harta benda, termasuk rumah tinggal yang luluh lantak dengan tanah dan sebagian terbawa gelombang air laut tersebut diperkirakan mencapai belasan triliyun rupiah. Kurban gempa di Aceh ini merupakan yang terbesar di dunia.

            Bagian yang dicetak miring merupakan kesimpulan generalisasi. Generalisasi itu didukung dengan detail awal yang disusun secara logis menujut generalisasi dan ungkapan pendukung.

Ungkapan generalisasi:
            terbesar, ter…             tidak pernah
            paling besar,               pada umumnya
            semua, setiap               secara keseluruhan,
Ungkapan pendukung:
            cenderung,                  pada galibnya,
            pada umumnya           selalu,
            sebagian besar,           dukungan kuantitatif (angka)

            Perlu diperhatikan bahwa bukti-bukti atau rincian penunjang harus relevan dengan generalisasi yang dikemukakan. Paragraf yang mencatumkan penunjang yang tidak relevan dipandang tidak logis.
            Generalisasi yang mengemukakan fakta disebut generalisasi. Faktual atau opini. Generalisasi faktual lebih mudah diyakini oleh pembaca daripada generalisasi yang berupa pendapat atau penilaian. Fakta mudah dibuktikan, mudah diuji kebenarannya, sedangkan opini atau penilaian sulit dibuktikan atau diuji. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut:
      1.            a. Kependudukan merupakan masalah pokok dunia
            b. Baginya masalah itu terlalu remeh
      2.            a. Guru adalah tenaga kependidikan
            b. Sudah selayaknya guru di soroti masyarakat
            Dengan segera kita dapat diketahui bahwa pernyataan-pernyataan mengemukakan fakta sedangkan b mengemukakan penilaian/pendapat.
            Generalisasi dapat berupa pokok pembicaraan, seperti geografi, sastra/seni, teknologi, bangsa, negara dan sebagainya. Dalam paragraf, generalisasi itu dapat diletakkan pada bagian awal atau akhir.
            Selanjutnya, hipotesis merupakan suatu dugaan yang bersifat sementara mengenai sebab –sebab atau relasi antara fenomena – fenomena, sedangkan teori merupakan hipotese yang telah di uji dan yang dapat diterapkan pada fenomena – fenomena yang relevan atau sejenis.
            Dengan demikian, walaupun hipotese merupakan cara yang baik untuk mempertalikan fakta –fakta tertentu, suatu waktu hipotese itu dapat ditolak karena fakta – fakta baru yang dijumpai bertentangan atau tidak lagi menunjang hipotese tadi. Sebab itu persoalan yang dihadapi adalah bagaimana merumuskan sebuah hipotese yang kuat. Untuk merumuskan sebuah hipotese yang baik perhatian beberapa ketentuan berikut:
  • Secara maksimal memperhitungkan semua evidensi yang ada; semakin banyak evidensi yang digunakan, semakin kuat hipotese yang diajukan (ciri kuantitatif).
  • Bila tidak ada alasan – alasan lain, maka antara dia hipotese yang tidak mungkin diturunkan, lebih baik memilih hipotese yang sederhana daripada yang rumit. Bila menghadapi seorang mahasiswa yang tidak lulus ujian, apakah harus mengatakan bahwa ia tidak lulus karena tidak belajar dan tidak menguasai pelajarannya, atau karena para dosen menaruh sentiment terhadapnya sehingga member nilai yang menjatuhkannya?
  • Sebuah hipotese tidak pernah terpisah dari semua pengetahuan dan pengalaman manusia walaupun mungkin fakta – faktanya meyakinkan (prinsipkohorensi).
  • Hipotese juga harus menjelaskan fakta – fakta lain sejenis yang belum di selidiki.

            Penarikan kesimpulan dimulai dari pernyataan atau fakta-fakta khusus menuju pada kesimpulan yang bersifat umum. Artinya, tidak dimulai dari teori yang bersifat umum, tetapi dimulai dari fakta atau data khusus berdasarkan pengamatan di lapangan atau pengalaman empiris. Data atau fakta ini disusun, diolah, dikaji, untuk kemudian ditarik maknanya dalam bentuk pernyataan atau kesimpulan yang bersifat umum.
Contoh:
            Kini, banyak beredar motor-motor produksi Cina, Taiwan, dan Jepang. Dari ketiga produsen tersebut, manakah yang paling diminati masyarakat Jakarta? Untuk menjawabnya, ada beberapa kemungkinan yang dapat dihipotesiskan, yaitu:
·         Warga Jakarta lebih menyukai produk dari Cina daripada Jepang.
·         Warga Jakarta lebih menyukai produk dari Jepang daripada Taiwan.
·         Warga Jakarta lebih menyukai produk dari Taiwan daripada Cina.
            Untuk mengkaji hipotesis yang paling tepat, tidak mungkin teori atau argumentasi teoritis yang dikaji karena hal ini memerlukan pengamatan langsung. Data hasil pengamatan ini lalu dihitung dan diuji untuk memperoleh kesimpulan umum mengenai motor-motor yang paling diminati warga Jakarta. Kesimpulan ini semata-mata hanya didasarkan pada hasil analisis data tanpa didukung oleh penalaran teoritis. Demikian pula, hipotesis-hipotesisnya tidak diturunkan dari teori.



Analogi sederhana
  • Mudah dipahami karena mencari persamaan dua objek yang tidak menuntut penjelasan fakta secara mendalam dan sudah lazim diketahui.
  • Mencari persamaan dua objek berdasarkan salah satu dari objek tersebut yang sudah diketahui
  • Contoh : Gadis itu bagaikan bunga mawar di kelas kami.

Analogi yang berupa kiasan
  • Sulit dipahami karena bersifat subjektif dan berdasarkan situasi pembicaraan yang sedang berlangsung.
  • Mencari persamaan dengan menggunakan ungkapan atau kiasan.
  • Contoh : Daya pikir mahasiswa itu tajam. Kata tajam tidak dapat diukur secara objektif (empirik).

Analogi deklaratif
  • Menjelaskan suatu objek yang belum dikenal berdasarkan persamaannya dengan objek yang sudah dikenal.
  • Tidak menghasilkan kesimpulan.
  • Tidak memberikan pengetahuan baru.
  • Kata-kata yang digunakan dalam analogi deklaratif : ialah, bagaikan, laksana, seperti, bagai.
  • Se... (kata keadaan, misalnya “seindah”).
  • Contoh:
Ia berdiri di depanku dengan wajah merah padam. Matanya melotot bagaikan Batara Kala yang sedang marah. Lalu, sambil meletakkan pistol dari tangan tangan kirinya di meja, seperti siap tembak musuh, ia memukul meja di hadapannya, sambil berteriak tak terkendali. Suaranya menggelegar, mengejutkan seperti guntur di musim panas. Semua orang yang hadir terdiam dan mengurut seperti bekicot disiram garam.

Analogi Induktif
  • Menjelaskan suatu objek yang dapat memberikan pengetahuan baru, berdasarkan persamaan ciri utama (esensial) dengan objek yang sudah dikenal.
  • Menghasilkan suatu kesimpulan induktif yang khusus (bukan generalisasi), seperti: pengetahuan baru, tindakan baru, atau pengetahuan baru berdasarkan ciri dasar (utama) atas objek lama terhadap fakta baru.
  • Kesimpulan dapat dijadikan dasar pengetahuan bagi objek lain, berdasarkan persamaan ciri.
  • Proses menggunakan kesamaan sifat objek pertama yang sudah dikenal ciri-cirinya untuk menerangkan ciri-ciri objek kedua, dan menyimpulkannya secara indukktif.
  • Kata-kata yang sering digunakan: maka,dengan demikian, dengan begitu.
  • Contoh:
Pada pertengahan Juli 1981, saya pergi ke kampus London University untuk mengikuti kuliah pagi. Masih ada waktu 30 menit untuk mengikuti kuliah tersebut maka saya dapat berjalan santai sambil menikmati musim panas yang masih terasa sejuk.Di depan kampus, tiba-tiba saya mendengar “Halo Indonesia.” Saya menengok ke arah suara, sambil bertanya “How do you know?”, mereka bertiga menjawab dalam bahasa Indonesia, “Mudah saja. Walaupun Anda tampak seperti orang Philipine, jalan Anda persis orang Indonesia, santai!” dengan pengalaman itu, saya perlu mengubah jalan saya. Walaupun tidaksecepat orang Inggris atau Eropa pada umumnya, saya harus membiasakan berjalan seperti mereka. Mereka benar. Orang berjalan santai berisiko dicopet, dipalak, atau sejenisnya oleh orang yang akan memanfaatkan kelengahan orang lain. Tegasnya, saya harus berjalancepat seperti orang Eropa.

            Sepintas kesimpulan analogi menyerupai generalisasi. Akan tetapi generalisasi lebih bersifat umum, dan analogi bersifat khusus.

Sebab-Akibat
Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Di samping hubungan ini, dapat pula berpola A menyebabkan B, C,dan D, dan seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal diperlukan kemampuan penalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap suatu akibat yang nyata. Kalau kita melihat sebiji buah manga jatuh dari batangnya, kita akan memprakirakan beberapa kemungkinan penyebabnya, Mungkin manga itu ditimpa hujan, dihempas angin, atau dilempari oleh anak-anak.Pastilah salah satu kemungkinan itu yang menjadi penyebabnya.
Andai kata anginya tiba-tiba bertiup (A), dan hujan yang tiba-tiba turun (B), ternyata kita dapat menyimpulkan bahwa jatuhnya buah manga disebabkan oleh lemparan anak-anak(C). Pola seperti itu dapat kita lihat pada rancangan berikut ini.
Angin               hujan               lemparan                     manga jatuh
A                     B                     C                                 D
Angin               hujan               manga                                     tidak jatuh
A                     B                                                         D
Oleh sebab itu, lemparan anak menyebabkan manga jatuh.
                        C                                                         D


 Akibat-Sebab
Akibat-Sebab ini dapat kita lihat pada peristiwa seseorang yang pergi ke dokter. Ke Dokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab, jadi mirip dengan entimem. Akan tetapi, dalam penalaran jenis akibat-sebab ini, peristiwa sebab merupakan simpulan.
Akibat-Akibat
            Akibat-Akibat adalah suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya. Peristiwa “akibat” langsung disimpulkan pada suatu “akibat” yang lain. Contohnya adalah sebagai berikut..

            Ketika pulang dari pasar. Ibu Sonya melihat tanah halamannya becek. Ibu langsung menyimpulkan bahwa kain jemuran di belakang rumahnya pasti basah. Dalam kasus itu penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu hujan. Pola itu dapat dilihat seperti berikut ini.

Hujan                          menyebabkan tanah becek.
   (A)                                    (B)
Hujan                          menyebabkan kain jemuran basah.
   (A)                                     (C)
            Dalam perosen penalaran “akibat-akibat”, peristiwa tanah becek (B) merupakan data, dan peristiwa kain jemuran basah (C) merupakan simpulan.
Jadi, karena tanah becek, pasti kain jemuran basah.

            Pada tulisan ekspositoris fakta-fakta diajukan secukupnya untuk mengadakan konkritisasi atas inti persoalan yang dikemukakan, sehingga para pembaca mengetahui bukan hanya persoalannya tetapi juga beberapa landasan yang menunjang inti persoalan. Sebaliknya pada argumentasi fakta-fakta dipergunakan sebagai evidensi, yaitu sebagai alat pembuktian kebenaran dari persoalan yang dikemukakan. Oleh sebab itu, cara penggunaanya, penyajiannya, jumlah perincian yang disajikan haruslah sedemikian rupa, sehingga para pembaca diyakinkan mengenai kebenaran permasalahannya.

Langkah menyusun eksposisi:
  • Menentukan topik/tema
  • Menetapkan tujuan
  • Mengumpulkan data dari berbagai sumber
  • Menyusun kerangka karangan sesuai topik yang dipilih
  • Mengembangkan kerangka menjadi eksposisi
Contoh:
  • Biar bagaimanapun juga otak selalu saja mengalahkan otot.
  • Menurut teori Darwin manusia berasal dari kera yang berevolusi.
  • Matahari adalah poros dari perputaran planet-planet yang mengelilinginya termasuk bumi.
  • Manusia adalah mahkluk yang paling istimewa dibandingkan dengan mahkluk-mahkluk lainnya dibumi.
  • Agar bisa mencapai persentase lulus, maka hal itu bisa diraih dengan giat belajar.



BAB IV
PENUTUP


4.1     Kesimpulan
            Dari materi yang sudah dipaparkan diatas, kami menyimpulkan bahwa materi ini sangat penting dalam proses pembuatan suatu karangan ilmiah, seperti pada penalaran induktif dan generalisasi yang membutuhkan data-data yang sudah diteliti untuk dievaluasi dan menemukan sebuah kesimpulan. Tanpa hipotesis dan teori juga sangat kita butuhkan, karena tanpa itu suatu penelitian ilmiah seperti tidak mempunyai arah dan tujuan. Analogi sebagai pembanding data dan Hubungan kausal sebagai cara berfikir dalam menentukan kesimpulan dari sebab maupun akibat, dan Eksposisi membuat karangan ilmiah ataupun penulisan ilmiah mendapatkan pengertian dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat. Jadi, materi ini sangat dibutuhkan dalam proses penulisan karangan ilmiah dan penulisan ilmiah, dan juga dapat di implementasikan dikehidupan sehari-hari.

4.2     Saran
            Saran dari kami adalah dalam proses penulisan harus diperhatikan kembali gaya penulisannya. Khususnya dari segi penalaran yang mungkin dapat memperjelas bahkan mempermudah kita dalam menemukan hasil dari suatu masalah dan mendapatkan kesimpulan yang akurat.



DAFTAR PUSTAKA


S.R, Ahmad & Hendri P. 2015. Mudah Menguasai Bahasa Indonesia. Cet. 1. Bandung: CV.Yrama Widya.


Keraf, Gorys. 2003. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama


Umar, Husein. 2005. Riset SDM Dalam Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


____________. 2003. Metode Riset Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


Rahayu, Minto. 2009. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo.


Hs, Widjono. 2007. Bahasa Indonesia, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, Edisi Revisi. Jakarta: PT Grasindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar